GRAHANEWS.COM, Jakarta – Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD turut menyoroti dugaan penyelewengan dana donasi oleh para pejabat lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Ia mendorong agar ada proses hukum jika penyelewengan tersebut terbukti benar.
Mahfud mengakui dirinya pernah memberi endorsement untuk beberapa kegiatan kemanusiaan ACT baik di dalam maupun luar negeri.
“Pd 2016/2017 sy prnh memberi endorsement pd kegiatan ACT krn alasan pengabdian bg kemanusiaan di Palestina, korban ISIS di Syria, dan bencana alam di Papua,” kata Mahfud dikutip dari akun Twitter resminya, Rabu (6/7/2022).
Namun demikian, ia menegaskan ACT tak cukup hanya dikutuk jika terbukti dana yang dikumpulkan dari umat ternyata diselewengkan untuk kepentingan para elite-nya.
“Jika ternyata dana2 yg dihimpun itu diselewengkan maka ACT bkn hny hrs dikutuk tp juga hrs diproses scr hukum pidana,” tegasnya.
Eks Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu menceritakan awal mula dirinya akhirnya memberikan endorsment. Ia membeberkan ACT sudah dua kali minta endorsment dari dirinya.
“Saat meminta endorsement pihak ACT tiba-tiba datang ke kantor saya dan pernah menodong ketika saya baru selesai memberi khutbah Jum’at di sebuah madjid raya di Sumatera. Mereka menerangkan tujuan mulianya bagi kemanusiaan,” papar Mahfud.
Kini, setelah ramai dugaan penyelewenangan dana, Mahfud MD mendesak agar dilakukan proses hukum pidana.
“Sy sdh meminta PPATK utk membantu POLRI dlm mengusut ini,” pungkasnya.
Diketahui, Aksi Cepat Tanggap (ACT) belakangan ini menjadi sorotan publik. Hal ini menyusul adanya laporan sebuah majalah yang membongkar dugaan penyelewengan dana donasi untuk kepentingan pribadi dan keluarga para petingginya.
ACT sebagai lembaga filantropi di mana donasi masyarakat sedianya dipakai sebesar-besarnya untuk membantu pihak-pihak yang membutuhkan, justru 50 persen lebih habis untuk gaji para elitenya.
Dalam laporan majalah tersebut, para elite ACT mendapatkan gaji fantastis hingga mencapai Rp250juta per bulan. Selain itu, mereka juga mendapat fasilitas mobil mewah.
Sementara gaji pejabat menengahnya mencapai Rp80 juta per bulan dan dapat fasilitas mobil mewah.
Tak hanya itu, dana hasil donasi justru juga diduga dipakai untuk aktivitas terlarang. Hal ini diungkap Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.
PPATK mengindikasikan transaksi keuangan lembaga ACT yang diduga berkaitan dengan aktivitas terorisme.
PPATK telah menyerahkan hasil pemeriksaan transaksi ACT ke beberapa lembaga aparat penegak hukum, seperti Densus 88 Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)Muhammad Mahfud MD
“Transaksi mengindikasikan demikian (untuk kegiatan terorisme). Namun perlu pendalaman oleh penegak hukum terkait,” kata Ivan Yustiavandana.