GRAHANEWS.COM, Jakarta – Jelang Pemilu seretak tahun 2024, semua pihak diminta untuk mewaspadai penggunaan politik identitas dalam kampanye politik. Sebab, politik identitas dalam Pemilu bisa memicu konflik dan merusak tatanan kebangsaan.
Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan mengatakan, belakangan ini ada upaya pihak-pihak tertentu menetralisasi politik identitas seolah-olah menjadi sesuatu yang sah dan wajar dalam konteks demokrasi. Padahal menurutnya, politik identitas merupakan persoalan serius yang jika dibiarkan justru akan menimbulkan konflik berkepanjangan.
“Politik identitas jelas berbahaya. Karenanya, narasi yang menetralisasi politik identitas harus kita bendung. Secara umum, politik identitas mengancam kebhinenkaan dan kondolisasi demokrasi yang akan maju mundur kalau kita memberikan ruang besar bagi politik identitas,” kata Halili dalam Diskusi Publik Lingkar Studi Politik Indonesia (LSPI) bertajuk, Demokrasi dan Politik Identitas: Tantangan Masa Depan Keindonesiaan Kita, Selasa (21/3/2023).
Halili menjelaskan lebih lanjut masyarakat Indonesia harus belajar untuk berkembang dengan adanya pemilu berkualitas sehingga para calon Presiden dan wakil rakyat lebih mengedepankan visi misi dan program agar bisa membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa maju di dunia.
“Dibandingkan menggunakan politik identitas lebih baik masyarakat harus melihat visi misi pemimpin politiknya. Sebab, politik identitas dapat memecah belah bangsa Indonesia,” katanya.
Ia kemudian mengapresiasi langkah Bawaslu RI secara tegas menegur Partai Ummat yang menyatakan mengusung politik identitas sebagai gerakan perjuangannya.
“Partai Ummat mengusung politik identias itu sangat aneh. Bawaslu sudah tepat memberikan teguran keras bagi pimpinan Partai ummat,” ujarnya.
Sementara itu, Tenaga Ahli Utama Kedeputian V KSP Rumadi Ahmad mengatakan pendidikan politik sangat penting untuk masyarakat. Pendidikan politik itu dapat memberikan masyarakat pengetahuan sehingga tidak mudah terhasut.
“Literasi politik identitas sangat penting dilakukan kepada masyarakat, melalui pendidikan politik agar masyarakat tidak gampang terhasut,” jelasnya.
Menurut Rumadi, politik identitas harus dilawan jika digunakan sebagai alat provokasi dan menjatuhkan lawan politiknya. “Pada titik itulah kita perlu melakukan perlawanan,” tegasnya.
Hal senada juga disampaikan Dosen Fisip UIN Jakarta Adi Prayitno. Menurutnya, politik identitas sangat mengerikan karena ia membelah masyarakat menjadi konfrontatif: antara kelompok kami melawan kelompok mereka.
Ditambah lagi, pembelahan itu diperparah dengan populisme yang menempatkan mereka seolah-olah sedang terancam atau tertindas, dan karena itu harus melakukan perlawanan.
“Yang berbahaya dari politik identitas itu adalah sentimen ketertindasan yang membelah masyarakat dan menempatkan orang di luar kelompoknya harus disingkirkan. Ia membuat pembelahan antara kami dengan mereka dan itu merusak persatuan,” jelasnya.