GRAHANEWS.COM, Malang – User Apartemen Nayumi Sam Tower yang terletak di Jalan Soekarno Hatta, Kota Malang, Jawa Timur, berencana menggugat PT Malang Bumi Santosa (MBS). Gugatan ini akan dilayangkan karena PT MBS selaku pengembang apartemen Nayumi Sam Tower dianggap wanprestasi.
“Kami Sabtu (21/1/2023) lalu berkumpul 15 user berencana menggugat developer apartemen tersebut. Kami telah berkonsultasi dengan pengacara DR. H. Solehoddin SH.MH,” tegas Perwakilan User Dr Ana Sopanah dalam rilisnya, Senin (23/1/2023).
Menurut Dr. Ana Sopanah, selaku perwakilan User Apartemen Nayumi Sam Tower, pembangunan apartemen Sam Tower hingga saat ini belum ada progres. Padahal user sudah melakukan pembayaran.
“Intinya developer tersebut belum juga melakukan progres pembangunan, sementara kami sudah melunasi kewajiban pembayaran,” paparnya.
Adapun beberapa user yang melakukan pertemuan yakni Dr. Ana sopanah, Sukarmiati, M.Khadapi, Roy PH, Ajeng, Yunita, Fabiola, Iwan, dan Santhy. “Silahkan user yang ingin gabung menuntut hak bisa menghubungi nomor saya di 081252651675,” tukasnya.
Seperti diberitakan beberapa waktu lalu, lewat kuasa hukum Yayan Riyanto, S.H, user Dwi Evi Puspitawati, warga Seberang Ulu Palembang Sumatera Selatan juga menggugat developer.
Kuasa hukum telah melayangkan somasi kepada Direktur PT Malang Bumi Santosa dua kali, namun tidak
diindahkan. Hingga akhirnya gugatan juga telah disampaikan ke Pengadilan Negeri Kelas I A Malang (PN Malang).
Sementara itu Legal Corporate PT Malang Bumi Sentosa atau Nayumi Sam Tower, Kasman Sangaji S.H, mengatakan pembangunan apartemen bakal dibangun segera, setelah menyelesaikan pembuatan draft revisi perjanjian atau perjanjian baru dengan kontraktor utamanya menyangkut klausul pasal force majore (bencana). karena di perjanjian sebelumnya tidak tertuangkan.
Pihaknya mengaku mempersiapkan dua kontraktor, PT WIKA dan PT Totalindo, melibatkan 500 pekerja.
Nayumi Samtower disebut telah mengantongi surat keputusan dari pengadilan yaitu penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) dan berlaku sampai Desember 2024.
“Sehingga kami jika digugat secara hukum, baik perdata atau pidana tidak bisa dipaksakan oleh siapapun. Sehingga etika baik kami adalah dua opsi penyelesaian. Kembali uang dengan konsekuensi pemotongan (pembatalan unit), atau melanjutkan pembangunannya,” terangnya.
Menanggapi hal ini, Dr Ana Sopanah menyayangkan adanya keputusan PKPU. “Kami menyayangkan hal ini. Karena hal ini diajukan tanpa sepengetahuan kita selaku pembeli unit. Kami tetap akan menuntut. Doakan bisa terselesaikan dan bisa memenuhi rasa keadilan,” pungkasnya.